Aceh Utara, Buana News – Ancaman terhadap guru Non-ASN yang mengikuti aksi damai di depan Kantor Bupati Aceh Utara pada Senin (13/1/2024) tidak hanya terjadi di Kecamatan Baktiya dan Tanah Luas, tetapi juga dilaporkan mencuat di Kecamatan Murah Mulia.
Situasi ini semakin tragis setelah beredar tangkapan layar pesan WhatsApp yang diduga berasal dari seorang kepala sekolah. Dalam pesan tersebut, kepala sekolah memperingatkan guru Non-ASN yang tidak lulus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) untuk tidak mengikuti aksi. Jika terbukti mengikuti demo, mereka akan dipanggil ke dinas terkait.
Pesan intimidasi ini menambah ketegangan di kalangan guru Non-ASN yang sudah merasa terpinggirkan. Mereka sebelumnya menyampaikan aksi damai untuk menuntut kejelasan status kepegawaian, mengingat banyak di antara mereka yang tidak lulus seleksi P3K karena alasan kuota formasi. Ironisnya, beberapa guru honorer baru yang belum lama mengabdi disebut langsung diterima dan dimasukkan ke dalam data pokok pendidikan (Dapodik) sekolah.
“Kami hanya meminta keadilan. Kenapa kami yang sudah puluhan tahun mengabdi malah tersingkir, sementara yang baru saja honor sudah masuk data resmi? Apakah ini adil?” keluh salah satu guru yang tidak mau disebutkan namanya, karena khawatir akan ancaman pemecatan.
Ribuan Non-ASN yang melakukan aksi damai itu menyuarakan kekecewaan terhadap sistem yang dinilai tidak adil. Namun, intimidasi seperti ini membuat sebagian besar guru enggan mengungkapkan identitas mereka. “Nama saya tidak usah disebut. Ini masalah sensitif. Banyak teman saya takut dipecat karena mengikuti aksi,” ujar salah seorang guru dari Kecamatan Murah Mulia.
Aksi damai ini seharusnya menjadi wadah untuk menyuarakan hak, namun kenyataannya malah memunculkan ketakutan baru di kalangan guru Non-ASN. “Seharusnya pemerintah mendengarkan kami, bukan malah menciptakan situasi yang semakin mencekam,” tambahnya.
Saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Dinas Pendidikan Aceh Utara terkait ancaman ini. Namun, kasus intimidasi ini semakin menyoroti perlunya perlindungan bagi para tenaga honorer yang hanya ingin memperjuangkan hak mereka.
Situasi ini menjadi gambaran suram tentang kondisi guru Non-ASN di Aceh Utara, yang tidak hanya menghadapi ketidakpastian status kepegawaian, tetapi juga ancaman yang mencederai demokrasi dan kebebasan menyampaikan aspirasi.