Banda Aceh, Buana.News – Anggota DPRK Simeulue, Ugek Farlian, menggugat Ketua DPR- RI, Puan Maharani, ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Rabu (13/12)
Gugatan tersebut, terkait dengan sikap DPR-RI yang tidak menjalankan perintah UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2008 tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh.
Ugek berpendapat, permohonan Gugatan tersebut karena dirinya selaku anggota DPRK Simeulue merasa dirugikan karena tidak menjalankan perintah UUPA dan Perpres 75/2008 tersebut, seperti mencabut kewenangan Kabupaten di Aceh dalam pengelolaan pelabuhan yang telah diatur dalam pasal 254 UUPA.
Kemudian, kata Ugek, kewenangan tersebut dicabut dengan disahkannya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Dimana, lanjut dia, dalam pengesahan UU 23/2014 tersebut, DPR tidak menjalankan perintah UUPA dan Perpres 75/2008 dengan berkonsultasi dan meminta pertimbangan DPRA terlebih dahulu ketika dalam UU yang dibahas terkait langsung dengan kewenagan Aceh.
Gugatan ini terkait dengan kepatuhan hukum dari DPR selaku pembuat UUPA dalam menjalankan perintah UUPA itu sendiri, dalam UUPA yang kemudian ditegaskan kembali oleh Perpres 75/2008 diperintahkan kepada DPR agar melakukan konsultasi dan meminta pertimbangan DPRA jika ada materi dalam pembahasan suatu Undang-Undang itu terkait langsung dengan kewenangan Aceh, seperti kewenangan Kabupaten pengelolaan Pelabuhan yang telah diberikan dalam pasal 254 UUPA, kamudian dicabut dengan UU 23/2014, dan proses pengesahan UU 23/2014 ini tidak melibatkan DPRA sebagai lembaga yang harus dilibatkan karena materi dalam UU tersebut berkaitan langsung dengan Aceh.” kata Ugek.
Gugatan disampaikan ke Pengadilan, DPD, DPRA dan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), surat meyurati dan melayangkan somasi kepada Ketua DPR-RI. Namun, semuanya tidak ditanggapi, seharusya sejak tahun 2020 DPR harus diubah Tata Tertibnya sejak menerima surat dari DPD dan DPRA yang menyampaikan tentang kekhususan Aceh dalam hal konsultasi dan pertimbangan DPRA dalam pembahasan suatu UU yang materinya berkaitan langsung dengan Aceh, bahkan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh telah melayangkan somasi pada bulan November lalu, namun tidak juga diindahkan oleh Ketua DPR-RI, karena sikap tersebut maka Ugek, selaku anggota DPRK Simuelu yang telah dirugikan akibat disahkannya UU 23/2014 yang telah mencabut kewenangan Kabupaten dalam mengelola Pelabuhan dan menyerahkan ke Provinsi.
“Anggota DPD- RI asal Aceh dan Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin, pada tahun 2020 telah menyurati Pimpinan DPR- RI, menyampaikan tentang perintah UUPA dan Perpres 75/2008 tentang Konsultasi dan Pertimbangan DPRA oleh DPR jika melakukan pembahasan materi suatu UU yang berkaitan langsung dengan Aceh, dan teknisnya harus dimasukkan ke dalam tata tertib DPR, namun hal tersebut di abaikan oleh DPR, bahkan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh telah melayangkan somasi bulan lalu, namun tidak juga di indahkan oleh DPR, karena itu kami ingin Pengadilan yang memerintahkan DPR agar melaksanakan perintah UU tersebut,” tambah Ugek.
Kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ugek, meminta agar diperintahkan kepada Tergugat untuk melaksanakan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh cq Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang- undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh dengan menyesuaikan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Tertib sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh cq Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh sejak keputusan ini dibacakan.
“Memerintahkan kepada Tergugat untuk melaksanakan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh cq Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh dengan menyesuaikan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Tertib sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh cq Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional , Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh sejak keputusan ini dibacakan,” bunyi petitum dalam gugatan tersebut.
Gugatan didaftarkan oleh Kuasa Hukumnya, Safaruddin, pada hari ini, (13/12/2023), melalui e court dan telah diregister secara online dengan Nomor Register: PN JKT.PST-131202023OCR. (Ril).