Beranda Aceh YARA Laporkan Dugaan Pungutan Liar di PEMA ke Kejaksaan Tinggi Aceh

YARA Laporkan Dugaan Pungutan Liar di PEMA ke Kejaksaan Tinggi Aceh

Ilustrasi Pungli. (Foto : Ist)

Banda Aceh, Buana.News – Kepala Perwakilan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Kota Banda Aceh, Yuni Eko Hariatna, yang akrab dengan sapaan Haji Embong, melaporkan dugaan pemerasan dan pungutan liar di Perusahaan Daerah Pemerintah Aceh (PEMA) ke Kejaksaan Tinggi Aceh.

“Kami memperoleh informasi adanya dugaan pemerasan atau pungutan liar di lingkungan PEMA oleh oknum Direksi terhadap beberapa pegawai,” ujar Haji Embong di Banda Aceh, Senin (4/11/2024).

Dalam laporan yang disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Aceh itu, disebutkan dua oknum Direksi diduga terlibat dalam kasus tersebut. Peristiwa ini terjadi antara 10-16 Juli 2024.

Kedua oknum Direksi tersebut diduga meminta uang dari para pegawai melalui secarik kertas berwarna kuning yang mencantumkan nominal yang harus disetorkan. Uang tersebut dipotong dari bonus jasa produksi yang diterima para pegawai.

Berdasarkan hasil investigasi YARA, terdapat sepuluh pegawai yang mengalami pemotongan bonus dengan total nilai pungutan mencapai Rp1.357.503.000. Menurut Haji Embong, para pegawai merasa tertekan dan tidak berani melawan karena pelaku adalah pimpinan di perusahaan.

“Jumlah uang yang dikumpulkan oleh oknum Direksi dari sepuluh pegawai tersebut mencapai sekitar Rp1,3 miliar. Pemotongan ini dilakukan terhadap hak jasa produksi para pegawai. Mereka berada dalam posisi tertekan dan tidak bisa menolak karena perintah langsung dari pimpinan,” jelasnya.

Haji Embong menambahkan bahwa tindakan pungutan liar merupakan bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan termasuk dalam kategori korupsi. Menurutnya, tindakan ini melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP yang mengatur bahwa “Siapapun yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal sembilan tahun.”

Ia juga menyatakan bahwa kedua Direksi PEMA tersebut telah menyalahgunakan kewenangan mereka, sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP.

“Atas dasar tersebut, kami meminta Kejaksaan Tinggi Aceh untuk memberikan atensi dan segera mengambil tindakan hukum yang diperlukan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” tutup Haji Embong.