Pidie, Buana.News – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku penipuan (Mafia) dalam program rumah bantuan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kabupaten Pidie.
Dugaan praktik penipuan tersebut telah merugikan masyarakat miskin, terutama kaum lansia, yang hingga kini masih menunggu realisasi bantuan rumah yang dijanjikan.
Ketua YARA Perwakilan Pidie, Junaidi, mengungkapkan bahwa modus penipuan dalam program rumah bantuan ini dilakukan dengan cara meminta sejumlah uang kepada calon penerima manfaat, dengan dalih sebagai biaya administrasi. Padahal, bantuan rumah ini seharusnya diberikan secara gratis atau dengan biaya minimal sesuai ketentuan.
“Banyak warga Pidie yang menjadi korban, terutama lansia. Mereka telah menyerahkan sejumlah uang kepada oknum yang menjanjikan rumah bantuan, namun hingga kini rumah yang dijanjikan tidak pernah terealisasi,” kata Junaidi dalam keterangannya kepada media, Selasa (11/3/2025).
Lebih lanjut, Junaidi menegaskan bahwa Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Polres Pidie, harus segera membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini dan membawa para pelaku ke meja hijau.
Kasus ini mencuat setelah ribuan warga di 23 kecamatan di Pidie diduga menjadi korban penipuan dalam program rumah MBR. Program ini merupakan salah satu skema rumah subsidi pemerintah yang diperkenalkan pada 2022 dan 2023.
Namun, alih-alih mendapatkan rumah yang dijanjikan, warga justru mengalami kerugian finansial karena harus membayar sejumlah uang tanpa kepastian realisasi pembangunan rumah.
Mantan Keuchik Gampong Puuk, Kecamatan Kembang Tanjong, Pidie, Mahdi Muhammad, mengungkapkan bahwa pada awal 2023, seorang pria bernama Muhammad Rafsanjani menemuinya dan menawarkan 50 unit rumah MBR untuk warga di beberapa gampong di Kecamatan Kembang Tanjong.
“Saat itu, Yani (Muhammad Rafsanjani) mengatakan, rumah bantuan ini diberikan secara gratis. Jika pun ada biaya, hanya sekitar Rp 5 juta per rumah untuk tim KP2 Aceh,” ujar Mahdi saat diwawancarai di Pidie pada 26 Februari 2025.
Muhammad Rafsanjani juga meyakinkan, biaya tersebut baru akan dipungut setelah rumah selesai dibangun dan kunci diserahkan kepada penerima manfaat.
Menindaklanjuti tawaran tersebut, Mahdi menggelar rapat di balai pengajian rumahnya, rapat tersebut dihadiri oleh puluhan tokoh masyarakat, termasuk sejumlah keuchik.
Dalam pertemuan itu, dibentuk tim khusus yang bertugas memfasilitasi pendataan penerima manfaat rumah MBR di beberapa gampong, di antaranya, Gampong Puuk, Gampong Tanjong, Gampong Bentayan, Gampong Kandang, Gampong Ceubrek dan Gampong Pasi Lancang.
Dari hasil pendataan, sebanyak 40 orang calon penerima manfaat menyerahkan data mereka kepada Muhammad Rafsanjani. Namun, beberapa bulan kemudian, Rafsanjani kembali menghubungi Mahdi untuk meminta uang pembuatan proposal senilai Rp 300 ribu per penerima manfaat.
“Sebanyak 24 warga bersedia memberikan uang tersebut beserta KTP mereka. Dia juga menjanjikan bahwa rumah akan dibangun pada tahun 2024,” ujar Mahdi.
Namun, hingga akhir 2024, pembangunan rumah tak kunjung terealisasi. Mahdi kemudian menghubungi Rafsanjani untuk meminta kejelasan, namun hanya mendapat janji-janji tanpa kepastian.
“Saya akhirnya meminta pengembalian uang Rp 7,2 juta yang telah diserahkan oleh 24 warga, tetapi hingga kini uang itu belum dikembalikan,” kata Mahdi.
Menanggapi tuduhan ini, Ketua Komunitas Pecinta Perubahan (KP2) Aceh, Muhammad Rafsanjani, mengklaim bahwa uang yang ia kutip dari ribuan warga di 23 kecamatan di Pidie adalah untuk biaya pengurusan program rumah MBR.
“Itu uang proposal dan biaya administrasi di kantor camat. Program MBR ini tiba-tiba ditutup oleh pemerintah. Dalam perjanjian dengan masyarakat, jika rumah terealisasi, penerima hanya perlu membayar Rp 8 juta untuk KP2 Aceh. Jika tidak, uang Rp 300 ribu akan dikembalikan,” ujar Rafsanjani di rumahnya di Gampong Blang Paseh, Kecamatan Kota Sigli, Selasa (4/3/2025).
Saat ditanya soal uang yang telah diserahkan oleh Mahdi Muhammad dan belum dikembalikan, Rafsanjani mengakui hal tersebut.
“Akan saya bayar. Di Gampong Blang Pandak, Tangse, sudah saya selesaikan. Untuk korban di Kecamatan Simpang Tiga, saya sudah menggantinya dengan Program Rencana Tindak Lanjut (RTL),” ujarnya.
Melihat besarnya skala kasus ini, YARA menuntut Polres Pidie untuk segera mengusut tuntas kasus dugaan penipuan rumah bantuan ini. Junaidi menegaskan bahwa jika tidak ada tindakan tegas, maka kepercayaan masyarakat terhadap program bantuan pemerintah akan semakin tergerus.
“Kami mendesak aparat kepolisian untuk segera membentuk tim investigasi dan menangkap semua pihak yang terlibat dalam kasus ini. Ribuan warga telah menjadi korban, dan keadilan harus ditegakkan,” tegasnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian luas di Aceh, mengingat banyaknya korban yang berasal dari kalangan warga kurang mampu. Masyarakat pun berharap pemerintah dan aparat penegak hukum dapat bertindak cepat agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.