Jakarta, Buana.News – Sidang gugatan Anggota DPRK Simuelu, Ugek Farlian terhadap Ketua DPR RI, Puan Maharani di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, soal kewenangan khusus DPR Aceh dalam UU Nomor 11 tahun 2006, masih menunggu kelengkapan berkas dari tergugat, yaitu surat kuasa dari Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Persidangan yang ketiga yang digelar kemarin, Rabu (16/1), dihadiri oleh staf biro hukum DPR RI, Erni, dan membawa surat tugas dari Kesekjenan DPR RI. Tetapi, Ketua Majelis Hakim, Dariyanto, SH, meminta agar kuasa hukum dari Ketua DPR untuk melengkapi dokumen, seperti surat kuasa dan KTP dari Ketua DPR RI.
“Pihak dari Ketua DPR RI diminta melengkapi legal standing, baru kita masuk ke tahap berikutnya,” ucap Dariyanto, yang diapit oleh dua hakim Anggota, Dr. Sutarno, dan R Bernadetto.
Kuasa hukum dari DPR, Erni, dalam keterangannya meminta Majelis Hakim memberikan waktu dua minggu untuk melengkapi legal standing dari Ketua DPR, proses penandatangan surat kuasa dari Ketua DPR ada mekanisme internal, sesuai dengan Tata Tertib DPR dan membutuhkan waktu dua minggu untuk melengkapinya, permintaan itu disetujui oleh Majelis Hakim, dan sidang akan dilanjutkan pada tanggal 30 Januari 2024.
“Ada proses internal dalam penandatangan surat kuasa dari Ketua DPR. Untuk itu, kami mohon diberikan waktu selama dua minggu,” kata Erni, dari Biro Hukum DPR RI.
Kuasa Hukum Ugek Farlian,
Jakarta, Buana.Bews – Sidang gugatan Anggota DPRK Simuelu, Ugek Farlian terhadap Ketua DPR RI, Puan Maharani di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, soal kewenangan khusus DPR Aceh dalam UU Nomor 11 tahun 2006, masih menunggu kelengkapan berkas dari tergugat, yaitu surat kuasa dari Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Persidangan yang ketiga yang digelar kemarin, Rabu (16/1), dihadiri oleh staf biro hukum DPR RI, Erni, dan membawa surat tugas dari Kesekjenan DPR RI. Tetapi, Ketua Majelis Hakim, Dariyanto, SH, meminta agar kuasa hukum dari Ketua DPR untuk melengkapi dokumen, seperti surat kuasa dan KTP dari Ketua DPR RI.
“Pihak dari Ketua DPR RI diminta melengkapi legal standing, baru kita masuk ke tahap berikutnya,” ucap Dariyanto, yang diapit oleh dua hakim Anggota, Dr. Sutarno, dan R Bernadetto.
Kuasa hukum dari DPR, Erni, dalam keterangannya meminta Majelis Hakim memberikan waktu dua minggu untuk melengkapi legal standing dari Ketua DPR, proses penandatangan surat kuasa dari Ketua DPR ada mekanisme internal, sesuai dengan Tata Tertib DPR dan membutuhkan waktu dua minggu untuk melengkapinya, permintaan itu disetujui oleh Majelis Hakim, dan sidang akan dilanjutkan pada tanggal 30 Januari 2024.
“Ada proses internal dalam penandatangan surat kuasa dari Ketua DPR. Untuk itu, kami mohon diberikan waktu selama dua minggu,” kata Erni, dari Biro Hukum DPR RI.
Kuasa Hukum Ugek Farlian, Safaruddin, yang menghadiri peridangan menyampaikan bahwa sambil menunggu proses kelengkapan berkas dari tim kuasa hukum Ketua DPR, Tim nya juga sedang menyusun draft untuk tawaran dalam proses mediasi nantinya setelah kelengkapan pihak selesai.
“Sambil menunggu kelengkapan legal standing dari tim kuasa hukum Ketua DPR RI, kami akan menyusun draft tawaran mediasi nantinyam karena proses mediasi akan dilakukan setelah kelengkapan legal standing para lihak selesai,”kata Safar usai sidang yang dilaksanakan di ruang Soebaekti 2 Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Di beritakan sebelumnya, Angoota DPRK Kabupaten Simeulue, Ugek Farlian, mengajukan gugatan kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani, agar melaksanakan perintah UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2008 tentang Tata Cara Konsultasi dan pemberian Pertimbangan atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana pembentukan Undang-Undang, dan kebijakan Administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintah Aceh, yang dalam kedua Peraturan Perundang-Undangan tersebut memerintahkan kepada DPR RI agar melakukan konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh dalam hal Rencana Pembentukan Undang-undang yang ada kaitannya langsung dengan Pemerintah Aceh sebagaimana diatur dalam pasal 8 UU Nomor 11 tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2008 yang disebutkan dalam Pasal 6 (1) Rencana Pembentukan Undang-Undang oleh DPR yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA. (2) Tata cara konsultasi dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR, yang kedua perintah tersebut belum dijalankan oleh DPR RI saat ini.
Ugek dalam petitumnya meminta agar Pengadilan memerintahkan kepada Tergugat Ketua DPR RI untuk melaksanakan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh cq Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh dengan menyesuaikan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Tertib sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh cq Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh sejak putusan ini dibacakan.
Safaruddin, yang menghadiri peridangan menyampaikan bahwa sambil menunggu proses kelengkapan berkas dari tim kuasa hukum Ketua DPR, Tim nya juga sedang menyusun draft untuk tawaran dalam proses mediasi nantinya setelah kelengkapan pihak selesai.
“Sambil menunggu kelengkapan legal standing dari tim kuasa hukum Ketua DPR RI, kami akan menyusun draft tawaran mediasi nantinyam karena proses mediasi akan dilakukan setelah kelengkapan legal standing para lihak selesai,”kata Safar usai sidang yang dilaksanakan di ruang Soebaekti 2 Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Di beritakan sebelumnya, Angoota DPRK Kabupaten Simeulue, Ugek Farlian, mengajukan gugatan kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani, agar melaksanakan perintah UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2008 tentang Tata Cara Konsultasi dan pemberian Pertimbangan atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana pembentukan Undang-Undang, dan kebijakan Administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintah Aceh, yang dalam kedua Peraturan Perundang-Undangan tersebut memerintahkan kepada DPR RI agar melakukan konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh dalam hal Rencana Pembentukan Undang-undang yang ada kaitannya langsung dengan Pemerintah Aceh sebagaimana diatur dalam pasal 8 UU Nomor 11 tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2008 yang disebutkan dalam Pasal 6 (1) Rencana Pembentukan Undang-Undang oleh DPR yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA. (2) Tata cara konsultasi dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR, yang kedua perintah tersebut belum dijalankan oleh DPR RI saat ini.
Ugek dalam petitumnya meminta agar Pengadilan memerintahkan kepada Tergugat Ketua DPR RI untuk melaksanakan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh cq Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh dengan menyesuaikan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Tertib sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh cq Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh sejak putusan ini dibacakan. (Ril)