Aceh Utara, Buana News — Perjuangan panjang dan penuh haru ditunjukkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) serta Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Aceh Utara saat menyalurkan bantuan bagi ribuan pengungsi banjir di Desa Reumoh Rayeuk, Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara. Rabu 10 Desember 2025.
Setelah akses menuju lokasi yang sebelumnya terputus kini mulai dapat dilalui, tim gabungan itu langsung bergerak menembus medan ekstrem demi membawa harapan bagi warga yang terdampak.

Tim Disdikbud dan PGRI Aceh Utara menempuh empat jam perjalanan melalui jalur perkebunan, jalan licin, dan tanjakan terjal. Di beberapa titik, kendaraan bahkan harus berhenti dan dibantu warga untuk dapat melewati rute yang masih dipenuhi lumpur. Namun kegigihan para guru dan relawan tidak pernah surut—semangat mereka hanya satu: memastikan bantuan sampai kepada warga yang menunggu dalam kepasrahan.
Sesampainya di lokasi, pemandangan memilukan langsung menyambut mereka. Lebih dari 1.600 jiwa terpaksa mengungsi ke area perkebunan kelapa sawit untuk menyelamatkan diri dari banjir besar yang menghancurkan Desa Reumoh Rayeuk. Tenda seadanya, pakaian basah, dan wajah pucat para pengungsi memperlihatkan betapa berat penderitaan yang mereka jalani sejak musibah itu melanda.
Pengurus PGRI Aceh Utara, Mawarni, mengatakan Bantuan masa panik yang dibawa PGRI Aceh Utara bersumber dari sumbangan para guru yang peduli—menjadi titik terang pertama di tengah gelapnya situasi para warga. “Logistik yang kami salurkan seperti makanan siap saji, air bersih, perlengkapan bayi, dan kebutuhan mendesak lainnya langsung dibagikan. Para guru rela memanggul box bantuan menyeberangi lumpur demi memastikan semuanya tersampaikan tanpa tersisa”, tuturnya.
Sementara itu, Ruslan, Salah seorang perwakilan pengungsi, dengan mata berkaca-kaca, menyampaikan rasa syukur dan haru atas bantuan tersebut.
“Kami merasa masih ada yang peduli pada nasib kami. Desa kami hancur seratus persen, tidak ada lagi yang tersisa. Sejauh ini kami belum mendapat bantuan resmi dari pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Sementara, yang paling kami butuhkan sekarang adalah tenda darurat untuk membuat tempat berteduh,” ujarnya lirih.
Banjir besar kali ini tidak hanya merendam rumah dan harta benda, tetapi juga meruntuhkan harapan warga akan keamanan di desa mereka. Namun kehadiran Disdikbud dan PGRI Aceh Utara di tengah lokasi terisolasi itu menjadi bukti nyata bahwa rasa kemanusiaan tetap hidup, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun.
Dengan wajah lelah namun penuh empati, para guru dan relawan meninggalkan pesan kuat: bahwa kepedulian tidak mengenal jarak. Mereka hadir bukan hanya membawa bantuan, tetapi juga membawa harapan—bahwa para pengungsi tidak sendirian dalam duka yang mendalam ini.






