Jakarta, Buana.News – Lima kepala desa (keuchik) di Aceh mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Mereka menilai pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan mengakibatkan ketimpangan dalam masa jabatan keuchik di Aceh dibandingkan daerah lain di Indonesia.
Gugatan ini diajukan oleh lima keuchik, yaitu Venny Kurnia, Syukran, Sunandar, Badaruddin, dan Kadimin. Mereka menuntut agar Pasal 115 ayat (3) UUPA disesuaikan dengan UU Nomor 3 Tahun 2024 yang mengatur masa jabatan kepala desa di seluruh Indonesia menjadi 8 tahun.
Saat ini, keuchik di Aceh masih menjalankan masa jabatan 6 tahun sebagaimana diatur dalam UUPA, yang dinilai merugikan hak konstitusional mereka.
Venny Kurnia, keuchik dari Aceh Barat Daya, menyatakan bahwa aturan yang ada saat ini membuat dirinya dan rekan-rekan keuchik lainnya mengalami perlakuan tidak adil dan diskriminasi.
“Masa jabatan kepala desa di provinsi lain sudah diperpanjang menjadi 8 tahun, sementara di Aceh masih 6 tahun. Ini tidak mencerminkan kesetaraan di hadapan hukum dan pemerintahan,” ujarnya.
Kuasa hukum lima keuchik tersebut berasal dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), dengan tim advokasi yang terdiri dari Safaruddin, Febby Dewiyan Yayan, Nisa Ulfitri, Boying Hasibuan, dan Adelia Ananda.
Menurut Nisa Ulfitri, permohonan judicial review telah didaftarkan secara online melalui sistem MK dan telah mendapat Tanda Terima Pengajuan Permohonan Online Nomor: 47/PAN.ONLINE/2025. “Hari ini permohonan sudah kami ajukan dan telah teregister. Besok kami akan menyerahkan berkas asli ke MK untuk proses verifikasi lebih lanjut,” jelas Nisa.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK, antara lain:
1. Mengabulkan permohonan mereka secara keseluruhan.
2. Menyatakan Pasal 115 ayat (3) UUPA bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (3), serta Pasal 28I ayat (2).
3. Menyatakan Pasal 115 ayat (3) UUPA tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali jika dimaknai bahwa keuchik di Aceh memiliki masa jabatan 8 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Perbedaan masa jabatan kepala desa antara Aceh dan daerah lain di Indonesia berpotensi menimbulkan ketimpangan dalam sistem pemerintahan desa. Para keuchik yang menggugat berharap MK dapat memberikan keadilan dengan menyesuaikan aturan masa jabatan keuchik di Aceh agar setara dengan kepala desa di seluruh Indonesia.
Gugatan ini masih dalam tahap awal, dan hasil uji materi ini akan menentukan apakah masa jabatan keuchik di Aceh akan berubah sesuai tuntutan para pemohon.