Subulussalam, Buana.News – Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, S.H., M.H., menegaskan bahwa Surat Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Nomor 1213/PL.02.2-SD/11/2024 tertanggal 23 September 2024, tetap harus berpedoman pada Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Qanun.
Dalam pernyataannya kepada wartawan pada Selasa (24/9/2024), Safaruddin mengingatkan agar pihak-pihak terkait tidak salah tafsir dalam mengambil keputusan terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Subulussalam 2024. Ia menyoroti reaksi sejumlah pihak yang seolah-olah menafsirkan surat KIP Aceh sebagai penegasan bahwa pasangan calon yang sebelumnya dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dapat menjadi Memenuhi Syarat (MS) hanya dengan mengajukan Surat Pernyataan Bermeterai.
Safaruddin menjelaskan bahwa pada poin ketiga surat tersebut, KIP Aceh dengan jelas menyebutkan bahwa persyaratan calon tetap harus mengikuti ketentuan UUPA dan Qanun terkait. “Jangan sampai salah menafsirkan surat KIP Aceh. Pada poin ketiga surat tersebut secara jelas ditegaskan bahwa calon harus menyampaikan persyaratan sesuai dengan UUPA dan Qanun, termasuk surat pernyataan bermeterai yang mengakui dirinya sebagai orang Aceh, namun itu saja tidak cukup,” kata Safaruddin.
Ia merujuk pada peraturan yang menyatakan bahwa untuk diakui sebagai orang Aceh, calon harus memiliki garis keturunan Aceh, seperti yang diatur dalam Pasal 24 huruf b Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 dan Pasal 211 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Berdasarkan aturan ini, seseorang dinyatakan sebagai orang Aceh jika lahir di Aceh atau memiliki garis keturunan Aceh, baik yang berada di dalam maupun di luar Aceh, dan mengakui dirinya sebagai orang Aceh.
Safaruddin juga menegaskan bahwa keputusan KIP Kota Subulussalam Nomor 32 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota pada Pilkada Subulussalam sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Tidak ada dasar yang membenarkan bahwa surat KIP Aceh dapat mengubah status calon dari TMS menjadi MS hanya berdasarkan surat pernyataan bermeterai,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya pemahaman yang benar terkait ketentuan dalam Qanun dan UUPA, terutama soal garis keturunan Aceh yang harus dibuktikan melalui jalur keturunan ayah dan/atau ibu, sebagaimana diatur dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
“Tidak cukup hanya dengan membuat surat pernyataan bermeterai untuk mengakui diri sebagai orang Aceh. Harus ada bukti garis keturunan Aceh. Jika tidak, aturan ini menjadi tidak berarti, dan orang dari luar Aceh bisa dengan mudah mencalonkan diri hanya dengan surat pengakuan,” pungkas Safaruddin.
Dengan pernyataannya, Safaruddin berharap agar semua pihak lebih berhati-hati dalam memahami isi surat KIP Aceh dan tetap berpedoman pada aturan yang berlaku demi menjaga proses Pilkada berjalan dengan baik dan sesuai ketentuan hukum.