Lhokseumawe, Buana.News — Bencana banjir yang melanda Kota Lhokseumawe beberapa pekan lalu tidak hanya berdampak pada kehidupan masyarakat, tetapi juga memberikan pukulan serius terhadap sektor pendidikan.
Sedikitnya 110 sekolah di bawah Pemerintah Kota Lhokseumawe dilaporkan terendam banjir, dengan kerugian sementara ditaksir mencapai Rp21 miliar.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Lhokseumawe, Yuswardi Yunus, saat diwawancarai Buana.News, Senin (22/12). Menurutnya, banjir menyebabkan kerusakan pada berbagai fasilitas pendidikan, mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), baik negeri maupun swasta.
“Tercatat ada 110 sekolah di wilayah Pemerintah Kota Lhokseumawe yang terendam banjir. Tafsiran sementara kerugian mencapai sekitar Rp21 miliar,” ujar Yuswardi Yunus.
Ia merinci, sekolah-sekolah yang terdampak tersebar di empat kecamatan, yakni Muara Satu, Blang Mangat, Muara Dua, dan Banda Sakti. Dari jumlah tersebut, 76 sekolah berstatus negeri, dengan tingkat kerusakan yang bervariasi di setiap kecamatan.
Menurut Yuswardi, Kecamatan Muara Satu menjadi wilayah dengan dampak terparah. Beberapa sekolah mengalami genangan cukup lama, di antaranya SD Negeri 3 dan SMP Negeri 17 yang berada di Gampong Ujong Pacu. Sementara itu, di Kecamatan Blang Mangat juga ditemukan sejumlah sekolah dengan kerusakan fasilitas belajar akibat banjir.
Berbeda dengan kecamatan lainnya, kata Yuswardi, sekolah-sekolah di Kecamatan Banda Sakti umumnya hanya mengalami genangan tanpa kerusakan struktural yang signifikan. Namun demikian, genangan air dalam waktu lama tetap berpotensi menimbulkan kerusakan lanjutan.
“Secara fisik, fondasi bangunan sekolah di Banda Sakti masih terlihat kokoh. Namun karena terendam cukup lama, tentu ada dampak lanjutan, seperti kerusakan beton dan fasilitas lainnya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yuswardi menyebutkan bahwa kerugian terbesar berasal dari kerusakan mebel sekolah, seperti meja, kursi, lemari, serta perlengkapan penunjang kegiatan belajar mengajar lainnya. Perhitungan kerugian tersebut masih bersifat sementara dan disusun berdasarkan Standar Analisis Belanja (SAB) Tahun 2024.
“Kerugian paling signifikan berasal dari mebel sekolah. Perkiraan sementara mencapai Rp21 miliar, dan angka ini masih terus kami rumuskan,” tambahnya.
Atas kondisi tersebut, Disdikbud Kota Lhokseumawe berharap adanya perhatian dan dukungan khusus dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Bantuan dinilai sangat penting untuk mempercepat proses pemulihan dunia pendidikan yang sempat terganggu akibat bencana banjir.
Meski demikian, Yuswardi memastikan ujian semester pertama telaj dilaksanakan, meskipun dengan berbagai keterbatasan. Sejumlah siswa terpaksa mengikuti ujian di sekolah lain karena gedung sekolah mereka belum dapat digunakan.
“Ujian semester sudah dilaksanakan. Namun masih terdapat 393 siswa SD dan SMP negeri, serta 18 siswa dari sekolah swasta, yang belum mengikuti ujian karena terdampak banjir, dan para siswa dapat mengukuti ujian susulan setelah masa libur akhir semester pertama nanti,” pungkasnya.
Selain itu, Pemerintah Kota Lhokseumawe saat ini terus melakukan pendataan lanjutan serta upaya pemulihan agar kegiatan belajar mengajar dapat kembali berjalan normal dalam waktu dekat.






