Beranda Aceh Warga Buket Makarti Pertanyakan Kejelasan Kebun Plasma Sawit dari PT Satya Agung

Warga Buket Makarti Pertanyakan Kejelasan Kebun Plasma Sawit dari PT Satya Agung

Aceh Utara, Buana News – Harapan ratusan warga Gampong Buket Makarti, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara, yang sempat menguat setelah menerima sertifikat kebun plasma sawit dari pemerintah, kini berubah menjadi kekecewaan dan tanda tanya besar. Sudah hampir lima tahun berlalu sejak penyerahan sertifikat tersebut, namun hingga kini masyarakat belum mengetahui secara pasti di mana lokasi kebun yang menjadi hak mereka.

Pada tahun 2022, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI Hadi Tjahjanto secara simbolis menyerahkan kebun plasma sawit seluas 2.000 hektare kepada warga yang tinggal di sekitar area operasional PT. Satya Agung, termasuk 480 hektare yang diperuntukkan bagi warga Buket Makarti. Langkah ini kala itu digadang-gadang sebagai bentuk komitmen Satya Agung dalam menjamin kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan perkebunan.

Namun, janji tinggal janji. Hingga pertengahan 2025 ini, warga belum pernah melihat ataupun diberitahu secara pasti letak dari kebun sawit yang disebut-sebut sudah bersertifikat atas nama mereka. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan dan spekulasi bahwa penyerahan sertifikat tersebut hanya bersifat formalitas belaka, bahkan diduga menjadi upaya menghindari pajak ganda oleh pihak perusahaan.

“Sudah hampir lima tahun kami pegang sertifikat, tapi sampai sekarang tak tahu di mana letak kebun kami. Kalau pun ada, kenapa tidak pernah ditunjukkan? Jangan-jangan ini hanya akal-akalan saja,” ujar Saiful Satria, sebagai Geuchik Buket Makarti dengan nada kecewa.

Ironisnya, ketika dikonfirmasi media terkait persoalan ini sejak Senin 19 Mei 2025, pihak Humas PT. Satya Agung belum memberikan tanggapan atau klarifikasi resmi. Ketidak jelasan ini semakin memperkuat dugaan warga akan adanya ketidakterbukaan dalam pengelolaan kebun plasma sawit yang seharusnya menjadi hak mereka.

Warga berharap pemerintah, khususnya instansi terkait di tingkat provinsi dan pusat, segera turun tangan untuk menyelidiki dan mengusut tuntas keberadaan kebun plasma sawit tersebut. “Kami tidak ingin dibohongi. Kalau memang ada kebunnya, tunjukkan. Kalau tidak ada, kami minta keadilan,” tambahnya secara tegas.

Situasi ini menjadi gambaran nyata bagaimana kebijakan yang awalnya dimaksudkan untuk menyejahterakan rakyat kecil justru bisa menjadi sumber kekecewaan dan ketidakpercayaan, jika tidak diikuti dengan transparansi dan pengawasan yang kuat.