Jakarta, Buana.News – Sidang gugatan terhadap Presiden RI di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) digelar hari ini, Senin (12/8), dengan agenda pemeriksaan awal.
Persidangan hari ini hanya di hadiri oleh Yuni Eko Hariatna dan Kuasa Hukumnya, Safaruddin. Sedangkan Presiden absen dalam persidangan hari ini, walaupun sudah dipanggil dengan patut oleh Pengadilan PTUN Jakarta.
“Ya, tadi hanya kami yang hadir, Presiden atau kuasanya tidak hadir tadi, dan agenda sidang tadi adalah pemeriksaan awal,” kata Safaruddin, dalam siaran pers yang diterima Buana.News.
Sidang akan dilanjutkan pada tanggal (21/8/2024) mendatang, dan Presiden akan dipanggil kembali untuk menghadiri sidang pada tanggal tersebut yang sudah di jadwalkan oleh Pengadilan PTUN Jakarta.
“Sidang dengan Perkara Nomor 266/G/TF/2024/PTUN JKT, akan dilanjutkan pada Rabu, 21 Agustus mendatang, memerintahkan Panitera untuk memanggil Tergugat dengan catatan untuk membawa Surat Keputusan Presiden RI Nomor 104/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh, dan Penggugat tidak dipanggil lagi karena pemberitahuan dalam sidang ini dianggap panggilan,” tutup Hakim Estiningtyas Diana Mandagi, SH., MH dengan anggota Hakim Ni Nyoman Vidiayu Purbasari, SH., MH.
Diberitakan sebelumnya, Yuni Eko Hariatnya (Haji Embong) dan Yudhistira Maulana, Aktivis Advokasi Hukum dan HAM pada Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) telah mengajukan gugatan terhadap Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Keduanya, mempermasalahkan proses penunjukkan Bustami sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh oleh Presiden Republik Indonesia RI, yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Pengangkatan Bustami sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Aceh belum memenuhi asas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipilm Negara, dalam pasal 2 disebutkan, Penyelenggaraan Kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada asas ;kepastian hukum; profesionalitas; proporsionalitas; keterpaduan; pendelegasian; netralitas; akuntabilitas; efektifitas dan efesiensi; keterbukaan; nondiskriminatif; persatuan dan kesatuan; keadilan dan kesetaraan; dan kesejahteraan,” terang Suhaimi, Kuasa Hukum Haji Embong dan Yudhistira, saat itu.
Sebelum mengajukan Gugatan ke PTUN Jakarta. Keduanya, sudah menyurati Presiden meminta agar Keputusan Presiden RI Nomor 104/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh untuk dicabut/dibatalkan karena prosesnya tidak sesuai dengan prosedur yang mengacu pada UU Nomor 30 Tahun 2014. Namun, tidak dijawab oleh Presiden sesuai dengan aturan UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Oleh karena itu, keduanya kemudian mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta agar PTUN Jakarta perintahkan Presiden cabut SK 104/TPA tersebut. (Ril).