Home Nasional Gerhana Bulan 14 Maret 2025 Tidak Terlihat di Indonesia, Salat Khusuf Tidak...

Gerhana Bulan 14 Maret 2025 Tidak Terlihat di Indonesia, Salat Khusuf Tidak Disunnahkan

Foto: Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Arsad Hidayat.

Jakarta, Buana.News – Kementerian Agama mengimbau umat Islam di Indonesia untuk tidak melaksanakan Salat Khusuf (salat gerhana bulan) pada 14 Maret 2025.

Hal tersebut dikarenakan Gerhana Bulan Total yang terjadi pada hari tersebut tidak dapat diamati di Indonesia.

Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat, menegaskan bahwa dalam fikih Islam, Salat Gerhana hanya disunnahkan jika gerhana terlihat jelas. Karena yang terjadi di Indonesia hanya fase akhir penumbra yang hampir tidak tampak, maka tidak ada anjuran untuk melaksanakan ibadah ini.

Fenomena Gerhana Bulan Total ini melintasi wilayah Lautan Pasifik, Amerika, Eropa, dan Asia, dengan puncak gerhana terjadi pada pukul 06:54 UT atau sekitar pukul 13:54 WIB.

Namun, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), seluruh fase utama gerhana tidak teramati di Indonesia. Hanya fase akhir penumbra yang kemungkinan dapat terlihat di beberapa wilayah di Papua, Maluku Utara, serta bagian Timur NTT dan Sulawesi.

“Karena gerhana terjadi siang hari waktu Indonesia, maka Bulan masih berada di bawah cakrawala, sehingga tidak bisa disaksikan secara langsung,” ujar Arsad Hidayat, Jumat (14/3/2025).

Gerhana Bulan terjadi ketika cahaya Matahari terhalang oleh Bumi, sehingga tidak semuanya sampai ke Bulan. Arsad menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis Gerhana Bulan, yaitu, Gerhana Bulan Total, di mana seluruh permukaan Bulan tertutup bayangan Bumi.

Kemudian, Gerhana Bulan Sebagian, ketika hanya sebagian Bulan yang tertutup bayangan Bumi. Selanjutnya, Gerhana Bulan Penumbra, yang terjadi ketika Bulan hanya melewati bayangan samar Bumi, sehingga tidak tampak perubahan signifikan dengan mata telanjang.

Pada peristiwa 14 Maret 2025 ini, terjadi Gerhana Bulan Total, tetapi karena waktunya bertepatan dengan siang hari di Indonesia, maka fenomena ini tidak bisa diamati secara langsung.

Arsad mengajak masyarakat yang ingin menyaksikan fenomena ini untuk mengakses siaran langsung dari berbagai lembaga astronomi internasional. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya literasi astronomi Islam agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami fenomena langit seperti gerhana.

“Kami mendorong umat Islam untuk mempelajari ilmu falak, khususnya terkait penentuan kalender Hijriah dan fenomena langit lainnya, agar semakin memahami keterkaitan antara ilmu astronomi dan ibadah,” tutup Arsad.

Exit mobile version