
Aceh Utara, Buana.News – Dalam upaya menekan penyebaran penyakit menular Tuberkulosis (TBC), Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara sedang gencar-gencarnya melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait gejala serta cara pencegahan penyakit tersebut.
Langkah tersebut menjadi bagian dari arahan langsung pemerintah pusat yang menargetkan eliminasi TBC di Indonesia pada tahun 2030. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri tersebut menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyebar ke organ lain seperti ginjal, tulang belakang, dan otak. Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2024, Indonesia menempati urutan kedua kasus TBC terbanyak di dunia setelah India, dengan lebih dari 800.000 kasus per tahun.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh Utara, dr. Ferianto, SH, MH., menjelaskan, pihaknya saat ini telah menjadwalkan sosialisasi lintas kecamatan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Sosialisasi itu dilakukan dengan melibatkan petugas puskesmas, kader kesehatan desa, dan tokoh masyarakat.
Program itu mulai digalakkan sejak awal tahun 2025 dan terus berlanjut secara berkala di seluruh wilayah kecamatan Kabupaten Aceh Utara, terutama di wilayah dengan tingkat kerentanan TBC yang tinggi. Dinas Kesehatan menargetkan cakupan penyuluhan minimal 80% populasi wilayah kerja Puskesmas di akhir tahun ini.
Kata dr. Ferianto, gejala umum TBC meliputi, batuk terus-menerus selama dua minggu atau lebih Batuk berdahak atau bahkan berdarah, Nyeri dada atau sesak napas, Penurunan berat badan drastis tanpa sebab jelas, demam ringan berkepanjangan, berkeringat di malam hari, nafsu makan menurun, merupakan gejalan dari terpaparnya Mycobacterium tuberculosis dan harus diketahui oleh seluruh masyarakat Aceh Utara.
Dalam kesempatan tersebut, dr. Ferianto juga menjelaskan sejumlah cara untuk mencegah penularan Tuberkulosis, diantaranya, Menjalani skrining TBC secara rutin, terutama bagi yang kontak erat dengan pasien TBC aktif. Menerapkan etika batuk dan bersin, seperti menutup mulut dengan tisu atau lengan bagian dalam.
Selain itu, menjaga sirkulasi udara di rumah agar tetap terbuka dan sehat. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan pola makan bergizi dan istirahat cukup. Mengikuti pengobatan TBC hingga tuntas jika terdiagnosis positif. Serta memberikan imunisasi BCG kepada bayi sebagai langkah pencegahan sejak dini.
dr. Ferianto merincikan, sesuai data dari CDC dan WHO, satu pasien TBC yang tidak diobati bisa menularkan penyakit tersebut kepada 10 hingga 15 orang pada setiap tahunnya.
“Banyak masyarakat belum menyadari bahwa gejala batuk berkepanjangan bisa jadi indikasi TBC, dan justru membiarkan penyakit ini berkembang. Sosialisasi ini penting agar deteksi dini bisa dilakukan dan penularan bisa dicegah,” ujar dr. Ferianto, Senin (16/6).
Ia juga menegaskan bahwa pengobatan TBC disediakan secara gratis oleh pemerintah melalui program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course), sehingga tidak ada alasan untuk tidak berobat.
Dengan masifnya sosialisasi serta keterlibatan aktif masyarakat, Dinas Kesehatan Aceh Utara optimistis bahwa upaya pencegahan dan pengendalian TBC bisa berjalan efektif.
“Kami berharap semua pihak, mulai dari keluarga, tenaga kesehatan, hingga perangkat desa dapat bersama-sama memutus mata rantai penyebaran TBC di Aceh Utara,” tutup dr. Ferianto. (ADV).